Artikel bagus untuk yg mau jualan online
Sumber : dari sini
Islam
memang menghalalkan usaha perdagangan, perniagaan dan atau jual beli.
Namun tentu saja untuk orang yang menjalankan usaha perdagangan secara
Islam, dituntut menggunakan tata cara khusus, ada aturan mainnya yang
mengatur bagaimana seharusnya seorang Muslim berusaha di bidang
perdagangan agar mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan
akhirat.
Adapun etika perdagangan Islam tersebut antara lain:
1. Shidiq (Jujur)
“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil”. (Q.S Al An’aam(6): 152)
Firman Allah SWT:
“Sempurnakanlah
takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan
timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan
manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela
di muka bumi ini dengan membuat kerusakan.” (Q.S AsySyu’araa(26): 181-183)
2. Amanah (Tanggungjawab)
Ada
banyak hadits Rasulullah yang menyinggung tentang penimbunan barang
dagangan, baik dalam bentuk peringatan, larangan maupun ancaman, yang
.ntara lain sebagai berikut:
Sabda Rasulullah (yang artinya):
“Allah tidak akan berbelas kasihan terhadap orang-orang yang tidak mempunyai belas kasihan terhadap orang lain.” (HR. Bukhari)
“Barangsiapa
yang melakukan penimbunan terhadap makanan kaum Muslimin, Allah akan
menimpanya dengan kerugian atau akan terkena penyakit lepra.” (HR. Ahmad)
“Orang
yang mendatangkan barang dagangan untuk dijual, selalu akan memperoleh
rejeki, dan orang yang menimbun barang dagangannya akan dilaknat
Allah.” (HR. lbnu Majjah)
“Barangsiapa yang menimbun makanan, maka ia adalah orang yang berdosa.” (HR. Muslim dan Abu Daud)
“Barangsiapa
yang menimbun makanan selama 40 hari, maka ia akan lepas dari tanggung
jawab Allah dan Allah pun akan cuci tangan dari perbuatannya.” (HR. Ahmad)
3. Tidak Menipu
“Siapa saja menipu, maka ia tidak termasuk golonganku”. (HR. Bukhari)
Setiap
sumpah yang keluar dan mulut manusia harus dengan nama Allah. Dan jika
sudah dengan nama Allah, maka harus benar dan jujur. Jika tidak henar,
maka akibatnya sangatlah fatal.
Oleh
sebab itu, Rasulululah SAW selalu memperingatkan kepada para pedagang
untuk tidak mengobral janji atau berpromosi secara berlebihan yang
cenderung mengada-ngada, semata-mata agar barang dagangannya laris
terjual, lantaran jika seorang pedagang berani bersumpah palsu, akibat
yang akan menimpa dirinya hanyalah kerugian.
Sabda Rasulullah SAW:
“Jangan
bersumpah kecuali dengan nama Allah. Barangsiapa bersumpah dengan nama
Allah, dia harus jujur (benar). Barangsiapa disumpah dengan nama Allah
ia harus rela (setuju). Jika tidak rela (tidak setuju), niscaya lepaslah
ia dari pertolongan Allah.” (HR. lbnu Majaah dan Aththusi)
“Ada
tiga kelompok orang yang kelak pada hari kiamat Allah tidak akan
berkata-kata, tidak akan melihat, tidak akanpula mensucikan mereka.
Bagi mereka azab yang pedih. Abu Dzarr berkata, “Rasulullah
mengulang-ulangi ucapannya itu, dan aku hertanya,” Siapakah mereka itu,
ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang pakaiannya menyentuh
tanah karena kesombongannya, orang yang menyiarkan pemberiannya
(mempublikasikan kebaikannya), dan orang yang menjual dagangannya
dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim)
“Sumpah dengan maksud melariskan barang dagangan adalah penghapus barokah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Sumpah (janji) palsu menjadikan barang dagangan laris, (tetapi) menghapus keberkahan”. (HR. Tirmidzi, Nasal dan Abu Dawud)
“Berhati-hatilah,
jangan kamu bersumpah dalam penjualan. Itu memang melariskan jualan
tapi menghilangkan barokah (memusnahkan perdagangan).” (HR. Muslim)
4. Menepati Janji
Seorang
pedagang juga dituntut untuk selalu menepati janjinya, baik kepada para
pembeli maupun di antara sesama pedagang, terlebih lagi tentu saja,
harus dapat menepati janjinya kepada Allah SWT.
Janji
yang harus ditepati oleh para pedagang kepada para pembeli misalnya;
tepat waktu pengiriman, menyerahkan barang yang kwalitasnya,
kwantitasnya, warna, ukuran dan atau spesifikasinya sesuai dengan
perjanjian semula, memberi layanan puma jual, garansi dan lain
sebagainya. Sedangkan janji yang harus ditepati kepada sesama para
pedagang misalnya; pembayaran dengan jumlah dan waktu yang tepat.
Sementara
janji kepada Allah yang harus ditepati oleh para pedagang Muslim
misalnya adalah shalatnya. Sebagaimana Firman Allah dalam Al Qur’an:
“Apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu
beruntung. Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka
bubar untuk menuju kepadaNya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri
(berkhutbah). Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik
daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah sebaik-baik pemberi rezki” (Q.S Al Jumu’ah (62):10-11)
Dengan
demikian, sesibuk-sibuknya urusan dagang, urusan bisnis dan atau
urusan jual beli yang sedang ditangani –sebagai pedagang Muslim–
janganlah pernah sekali-kali meninggalkan shalat. Lantaran Allah SWT
masih memberi kesempatan yang sangat luas kepada kita untuk mencari dan
mendapatkan rejeki setelah shalat, yakni yang tercermin melalui
perintah-Nya; bertebaran di muka bumi dengan mengingat Allah SWT banyak-
banyak supaya beruntung.
5. Murah Hati
Dalam
suatu hadits, Rasulullah SAW menganjurkan agar para pedagang selalu
bermurah hati dalam melaksanakan jual beli. Murah hati dalam
pengertian; ramah tamah, sopan santun, murah senyum, suka mengalah,
namun tetap penuh tanggungjawab.
Sabda Rasulullah SAW:
“Allah berbelas kasih kepada orang yang murah hati ketika ia menjual, bila membeli dan atau ketika menuntut hak”. (HR. Bukhari)
“Allah memberkahi penjualan yang mudah, pembelian yang mudah, pembayaran yang mudah dan penagihan yang mudah”. (HR. Aththahawi)
6. Tidak Melupakan Hari Akhir
Jual
beli adalah perdagangan dunia, sedangkan melaksanakan kewajiban
Syariat Islam adalah perdagangan akhirat. Keuntungan akhirat pasti
lebih utama ketimbang keuntungan dunia. Maka para pedagang Muslim
sekali-kali tidak boleh terlalu menyibukkan dirinya semata-mata untuk
mencari keuntungan materi dengan meninggalkan keuntungan akhirat.
Sehingga
jika datang waktu shalat, mereka wajib melaksanakannya sebelum habis
waktunya. Alangkah baiknya, jika mereka bergegas bersama-sama
melaksanakan shalat berjamaah, ketika adzan telah dikumandangkan. Begitu
pula dengan pelaksanaan kewajiban memenuhi rukun Islam yang lain.
(Sumber: Al ‘Amal Fil Islam karya Izzuddin Khatib At Tamimi (terj.)
Bisnis Islam, alih bahasa H. Azwier Butun, Penerbit PT Fikahati Aneska
Jakarta)